Home
» TIPE TIPE PERLINDUNGAN PANTAI SECARA ALAMI DAN BUATAN
» MAKALAH - TIPE TIPE PERLINDUNGAN PANTAI SECARA ALAMI DAN BUATAN
Wednesday, November 17, 2021
TIPE – TIPE PERLINDUNGAN PANTAI
SECARA ALAMI DAN BUATAN
* Pengertian PantaiPantai merupakan perbatasan antara daratan dan lautan, adalah sebuah perairan yang sangat dinamis. Dinamika perairan tersebut disebabkan oleh pengaruh angin, gelombang angin, gelombang pasang surut, gelombang badai, tsunami dan lainnya. Pada dasarnya alam telah menyediakan mekanisme perlindungan pantai secara alamiah yang efektif, yaitu pantai pasir yang hamparan pasirnya berfungsi sebagai penghancur energi gelombang yang efektif dan bukit pasir (sand dunes) yang merupakan cadangan pasir yang juga berfungsi sebagai tembok laut (Hartati, dkk. 2016).
Daerah pantai merupakan kawasan yang paling produktif dan memiliki keanekaragaman hayati (biodiversity) yang tinggi dengan aksebilitas lebih tinggi bagi kegiatan transportasi dan kepelabuhanan serta ruang yang relatif mudah dan murah bagi kegiatan industri, pariwisata dan pemukiman. Permasalahan yang terjadi pada daerah pantai dalam pemanfaatannya sering mengalami kerusakan/perubahan kualitas lingkungan fisik dan biofisik (Hidayat, 2005 dalam Hartati, dkk. 2016).
* Kerusakan Pantai
Pantai dikatakan rusak apabila terjadi perubahan baik fisik maupun lingkungan yang dapat membahayakan atau merugikan kehidupan dan kegiatan perekonomian (Yuwono, 2004 dalam Hartati, dkk. 2016). Beberapa kerusakan pantai antara lain:
- erosi pantai,
- sedimentasi pada muara sungai,
- hilangnya pelindung alami pantai (seperti sand dunes, hutan bakau dan terumbu karang),
- matinya taman laut.
Tingkat kerusakan pantai dipengaruhi oleh beberapa parameter, di antaranya gaya luar dari ombak dan angin, kondisi sedimen, kondisi profil pantai dan keberadaan struktur di pantai.
* Upaya Perlindungan Pantai
Upaya perlindungan terhadap daerah pantai umumnya dilakukan untuk melindungi berbagai bentuk penggunaan lahan seperti permukiman, daerah industri, daerah budidaya pertanian maupun perikanan, daerah perdagangan dan sebagainya yang berada di daerah pantai dari ancaman erosi (Hidayat, 2006).
1. Perlindungan Alami
Pada dasarnya, alam telah menyediakan mekanisme perlindungan pantai secara alami yang efektif. Adapun bentuk perlindungan alami tergantung dengan jenis pantai yang ada baik itu pantai berpasir, pantai berlumpur atau pantai karang.
Pada dasarnya, alam telah menyediakan mekanisme perlindungan pantai secara alami yang efektif. Adapun bentuk perlindungan alami tergantung dengan jenis pantai yang ada baik itu pantai berpasir, pantai berlumpur atau pantai karang.
a. Sand Dunes Beach
Untuk perlindungan alami pada pantai pasir adalah berupa hamparan pasir yang dapat berfungsi sebagai penghancur gelombang atau lebih dikenal dengan sand dunes beach (bukit pasir pantai).
b. Tumbuhan Pantai
Tumbuhan mangrove dapat mengembalikan wilayah yang hilang karena erosi dan abrasi gelombang air laut. Mangrove sebagai pelindung alami pantai dapat ditemukan pada pantai berlumpur maupun berpasir. Selain itu, ditemukan juga pohon api-api ataupun pohon nipah sebagai pelindung pantai. Tumbuhan ini mudah tumbuh di pantai lumpur atau tanah lunak, dengan gelombang yang tidak begitu besar (Zikra, 2009).
Ekosistem mangrove (bakau) adalah ekosistem yang berada di daerah tepi pantai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut sehingga lantainya selalu tergenang air. Hutan mangrove sangat berfungsi untuk melindungi bibir pantai dari cuaca buruk.Dengan adanya hutan mangrove bisa menjadikan sebagai pelindung pada pesisir pantai, kuatnya angin laut yang bertiup ke darat akan dapat ditahan dan diserap. Hutan mangrove dapat melindungi kawasan pesisir dari terjangan badai dan angin topan (Utomo, dkk. 2017).
c. Terumbu Karang
Terumbu karang merupakan ekosistem perairan yang khas terdapat di daerah tropis yang memiliki produktivitas dan keanekaragaman biota yang tinggi (Notji, 1987 dalam Yunus, dkk. 2013). Terumbu karang juga mempunyai fungsi yang tidak kalah pentingnya yaitu sebagai pelindung pantai dari degradasi dan abrasi (Santoso dan Kardono 2008). Menurut Zikra (2009), bantai yang banyak didominasi oleh karang atau terumbu karang mampu memecah gelombang sehinga pada saat gelombang tersebut mencapai pantai, sehingga gelombang sudah tidak punya daya untuk menghancurkan pantai
2. Perlindungan Buatan
Perencanaan suatu bangunan pelindung pantai memerlukan informasi mengenai kondisi gelombang pada saat breaking, antara lain tinggi gelombang pada saat breaking, kedalaman perairan dimana terjadi breaking dan arah gelombang pada saat breaking, dimana semua besaran tersebut dapat diperoleh dengan melakukan analisis transformasi gelombang dari perairan dalam menuju perairan pantai yang dangkal (Hutahaean, 2015).
Menurut Zikra (2009), terdapat beberapa pendekatan dalam perencanaan pembangunan perlindungan pantai buatan, yaitu mengubah laju angkutan sedimen sejajar pantai dengan membangun bangunan groin, mengurangi energi gelombang yang mengenai pantai dengan membangun pemecah gelombang lepas pantai (break water/APO), memperkuat tepi pantai sehingga tahan terhadap gempuran gelombang dengan membangun revetment atau sea wall, menambah supply sedimen ke pantai dengan cara sand by passing atau beach nourishment, sertamelakukan penghijauan daerah pantai dengan pohon bakau, api-api, atau nipah. Berikut penjelasannya:
a. Mengubah Laju Angkutan Sedimen
Cara ini lebih direkomendasikan untuk digunakan pada pantai berpasir. Untuk merubah laju angkutan sedimen sejajar pantai dapat dilakukan dengan mengatur atau mengurangi longshore transport. Bangunan yang dipergunakan untuk mengatur longshore transport tersebut biasanya berupa kumpulan groin yang dibangun tegak lurus pantai yang berfungsi untuk menangkap dan membatasi gerakan sedimen sepanjang pantai (Zikra 2009). Kelemahan dari sistem groin ini adalah terjadinya proses erosi dibagian down drift groin, sehingga untuk melindungi suatu pantai secara menyeluruh harus dipertimbangkan sejauh mana garis pantai harus dipasangi groin agar tidak menimbulkan permasalahan baru di daerah hilir.
Groin adalah suatu konstruksi yang diletakkan di sepanjang garis pantai, dengan posisi tegak lurus garis pantai. Groin dirancang untuk melindungi daerah sepanjang pantai dari proses erosi yang diakibatkan oleh perpindahan sedimen sejajar pantai (litoral sedimen transport) (Kakisina, 2009).
Untuk perlindungan alami pada pantai pasir adalah berupa hamparan pasir yang dapat berfungsi sebagai penghancur gelombang atau lebih dikenal dengan sand dunes beach (bukit pasir pantai).
b. Tumbuhan Pantai
Tumbuhan mangrove dapat mengembalikan wilayah yang hilang karena erosi dan abrasi gelombang air laut. Mangrove sebagai pelindung alami pantai dapat ditemukan pada pantai berlumpur maupun berpasir. Selain itu, ditemukan juga pohon api-api ataupun pohon nipah sebagai pelindung pantai. Tumbuhan ini mudah tumbuh di pantai lumpur atau tanah lunak, dengan gelombang yang tidak begitu besar (Zikra, 2009).
Ekosistem mangrove (bakau) adalah ekosistem yang berada di daerah tepi pantai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut sehingga lantainya selalu tergenang air. Hutan mangrove sangat berfungsi untuk melindungi bibir pantai dari cuaca buruk.Dengan adanya hutan mangrove bisa menjadikan sebagai pelindung pada pesisir pantai, kuatnya angin laut yang bertiup ke darat akan dapat ditahan dan diserap. Hutan mangrove dapat melindungi kawasan pesisir dari terjangan badai dan angin topan (Utomo, dkk. 2017).
c. Terumbu Karang
Terumbu karang merupakan ekosistem perairan yang khas terdapat di daerah tropis yang memiliki produktivitas dan keanekaragaman biota yang tinggi (Notji, 1987 dalam Yunus, dkk. 2013). Terumbu karang juga mempunyai fungsi yang tidak kalah pentingnya yaitu sebagai pelindung pantai dari degradasi dan abrasi (Santoso dan Kardono 2008). Menurut Zikra (2009), bantai yang banyak didominasi oleh karang atau terumbu karang mampu memecah gelombang sehinga pada saat gelombang tersebut mencapai pantai, sehingga gelombang sudah tidak punya daya untuk menghancurkan pantai
2. Perlindungan Buatan
Perencanaan suatu bangunan pelindung pantai memerlukan informasi mengenai kondisi gelombang pada saat breaking, antara lain tinggi gelombang pada saat breaking, kedalaman perairan dimana terjadi breaking dan arah gelombang pada saat breaking, dimana semua besaran tersebut dapat diperoleh dengan melakukan analisis transformasi gelombang dari perairan dalam menuju perairan pantai yang dangkal (Hutahaean, 2015).
Menurut Zikra (2009), terdapat beberapa pendekatan dalam perencanaan pembangunan perlindungan pantai buatan, yaitu mengubah laju angkutan sedimen sejajar pantai dengan membangun bangunan groin, mengurangi energi gelombang yang mengenai pantai dengan membangun pemecah gelombang lepas pantai (break water/APO), memperkuat tepi pantai sehingga tahan terhadap gempuran gelombang dengan membangun revetment atau sea wall, menambah supply sedimen ke pantai dengan cara sand by passing atau beach nourishment, sertamelakukan penghijauan daerah pantai dengan pohon bakau, api-api, atau nipah. Berikut penjelasannya:
a. Mengubah Laju Angkutan Sedimen
Cara ini lebih direkomendasikan untuk digunakan pada pantai berpasir. Untuk merubah laju angkutan sedimen sejajar pantai dapat dilakukan dengan mengatur atau mengurangi longshore transport. Bangunan yang dipergunakan untuk mengatur longshore transport tersebut biasanya berupa kumpulan groin yang dibangun tegak lurus pantai yang berfungsi untuk menangkap dan membatasi gerakan sedimen sepanjang pantai (Zikra 2009). Kelemahan dari sistem groin ini adalah terjadinya proses erosi dibagian down drift groin, sehingga untuk melindungi suatu pantai secara menyeluruh harus dipertimbangkan sejauh mana garis pantai harus dipasangi groin agar tidak menimbulkan permasalahan baru di daerah hilir.
Groin adalah suatu konstruksi yang diletakkan di sepanjang garis pantai, dengan posisi tegak lurus garis pantai. Groin dirancang untuk melindungi daerah sepanjang pantai dari proses erosi yang diakibatkan oleh perpindahan sedimen sejajar pantai (litoral sedimen transport) (Kakisina, 2009).
3. Mengurangi energi gelombang yang mengenai pantai
Metode ini dapat dilakukan dengan membuat bangunan pemecah gelombang sejajar pantai (offshore breakwater, terumbu karang buatan) untuk meredam energy gelombang. Dengan adanya offshore breakwater ini gelombang yang datang akan pecah pada daerah jauh dari pantai, sehingga energi gelombang yang sampai di pantai kecil untuk dapat menyebabkan kerusakan di pantai.
Metode ini dapat dilakukan dengan membuat bangunan pemecah gelombang sejajar pantai (offshore breakwater, terumbu karang buatan) untuk meredam energy gelombang. Dengan adanya offshore breakwater ini gelombang yang datang akan pecah pada daerah jauh dari pantai, sehingga energi gelombang yang sampai di pantai kecil untuk dapat menyebabkan kerusakan di pantai.
4. Memperkuat tebing pantai terhadap serangan gelombang
Perkuatan tebing pantai dapat dilakukan dengan beberapa cara diantaranya adalah dengan kontruksi revetment/rip-rap atau tembok laut/sea wall. Konstruksi ini berfungsi untuk melindungi tanah dibelakang dinding dari gemburan gelombang, sehingga tanah tersebut tidak tererosi. Ditambah lagi bangunan dinding laut ini dapat dipergunakan untuk melindungi fasilitas (industri, perumahan dsb) yang ada di pantai agar aman dari serangan gelombang saat badai datang. Kelemahan bangunan ini adalah kemungkinan terjadinya penggerusan yang cukup dalam di kaki bangunan, sehingga dapat menggangu stabilitas bangunan pelindung. Oleh karenanya perlu desain yang matang untuk bagian kakinya (toe protection).
5. Menambah supplai sedimen ke pantai
Penambahan suplai sedimen dapat dilakukan dengan beach nourishment yaitu dengan menambahkan suplai sedimen dari darat pada tempat yang potensial akan tererosi. Cara ini merupakan cara yang cukup baik dan tidak memberikan dampak negatif pada daerah lain, tetapi proses ini perlu dilakukan secara kontinyu, berkala dan terencana.
Perkuatan tebing pantai dapat dilakukan dengan beberapa cara diantaranya adalah dengan kontruksi revetment/rip-rap atau tembok laut/sea wall. Konstruksi ini berfungsi untuk melindungi tanah dibelakang dinding dari gemburan gelombang, sehingga tanah tersebut tidak tererosi. Ditambah lagi bangunan dinding laut ini dapat dipergunakan untuk melindungi fasilitas (industri, perumahan dsb) yang ada di pantai agar aman dari serangan gelombang saat badai datang. Kelemahan bangunan ini adalah kemungkinan terjadinya penggerusan yang cukup dalam di kaki bangunan, sehingga dapat menggangu stabilitas bangunan pelindung. Oleh karenanya perlu desain yang matang untuk bagian kakinya (toe protection).
5. Menambah supplai sedimen ke pantai
Penambahan suplai sedimen dapat dilakukan dengan beach nourishment yaitu dengan menambahkan suplai sedimen dari darat pada tempat yang potensial akan tererosi. Cara ini merupakan cara yang cukup baik dan tidak memberikan dampak negatif pada daerah lain, tetapi proses ini perlu dilakukan secara kontinyu, berkala dan terencana.
6. Stabilisasi Channel Atau Muara Sungai
Penutupan muara oleh sand spit biasanya disebabkan karena beberapa faktor diantaranya yaitu debit sungai yang bervariasi bahkan sangat kecil, angkutan sedimen (longshore sediment) yang cukup besar, sehingga mampu menutup muara sungai pada saat debit sungai kecil dan tebing atau tanggul sungai yang rendah didaerah kanan kiri muara yang dapat menimbulkan banjir sehingga mulut muara berpindah-pindah. Untuk mengatasi masalah ini biasanya dilakukan stabilisasi muara sungai dengan jetty yang dikombinasikan dengan tanggul sungai. Dimana fungsi dari tanggul sungai ini untuk melakukan penggelontoran sedimen pada saat musim hujan dan diharapkan juga untuk mencegah banjir pada kanan kiri sungai.
DAFTAR PUSTAKA
Hartati, R. Rudhi, P. Retno, W.A. Reny, Y. Itsna, Y.H. 2016. Kajian Pengamanan dan Perlindungan Pantai di Wilayah Pesisir Kecamatan Tugu dan Genuk, Kota Semarang. Jurnal Kelautan Tropis. Vol.19(2):95-100.Hidayat, N. 2006. Konstruksi Bangunan Laut dan Pantai Sebagai Alternatif Pertindungan Daerah Pantai. Jurnal SMARTek. Vol 4(1):10 – 16.
Hutahaean, S. 2015. Aplikasi Model Shoaling dan Breaking pada Perencanaan Perlindungan Pantai dengan Metoda Headland Control. Jurnal Teknik Sipil. Vol 22(3): 243-250.
Kakisina, T.J. 2009. Estimasi Efektifitas Penggunaan Groin Untuk Mengatasi Erosi Pada Kawasan Pesisir Pantai Utara Teluk Baguala Ambon. Jurnal Teknologi. Vol 6(2):703-707.
Santoso, A.D dan Kardono. 2008. Teknologi Konservasi dan Rehabilitasi Terumbu Karang. Jurnal Teknologi Lingkungan. Vol 9(3):121-226.
Utomo, B. Sri Budiastuti, Chatarina, M. 2017. Strategi Pengelolaan Hutan Mangrove di Desa Tanggul Tlare Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara. Jurnal Ilmu Lingkungan. Vol.15(2):117-123.
Yunus, B.H. Wijayanti, D.P. Agus, S. 2013. Transplantasi Karang Acropora Aspera dengan Metode Tali di Perairan Teluk Awur, Jepara Buletin Oseanografi Marina. Vol 2:22-28.
Zikra, M. 2009. Kegiatan Survey Lapangan Untuk Inventarisasi Permasalahan Kerusakan Pesisir Pantai Di Kabupaten Tegal, Jawa Tengah. Jurnal Kelautan. Vol. 2(1):20-26.
MAKALAH - TIPE TIPE PERLINDUNGAN PANTAI SECARA ALAMI DAN BUATAN
Posted by
Potoutusan Group on Wednesday, November 17, 2021
TIPE – TIPE PERLINDUNGAN PANTAI
SECARA ALAMI DAN BUATAN
* Pengertian PantaiPantai merupakan perbatasan antara daratan dan lautan, adalah sebuah perairan yang sangat dinamis. Dinamika perairan tersebut disebabkan oleh pengaruh angin, gelombang angin, gelombang pasang surut, gelombang badai, tsunami dan lainnya. Pada dasarnya alam telah menyediakan mekanisme perlindungan pantai secara alamiah yang efektif, yaitu pantai pasir yang hamparan pasirnya berfungsi sebagai penghancur energi gelombang yang efektif dan bukit pasir (sand dunes) yang merupakan cadangan pasir yang juga berfungsi sebagai tembok laut (Hartati, dkk. 2016).
Daerah pantai merupakan kawasan yang paling produktif dan memiliki keanekaragaman hayati (biodiversity) yang tinggi dengan aksebilitas lebih tinggi bagi kegiatan transportasi dan kepelabuhanan serta ruang yang relatif mudah dan murah bagi kegiatan industri, pariwisata dan pemukiman. Permasalahan yang terjadi pada daerah pantai dalam pemanfaatannya sering mengalami kerusakan/perubahan kualitas lingkungan fisik dan biofisik (Hidayat, 2005 dalam Hartati, dkk. 2016).
* Kerusakan Pantai
Pantai dikatakan rusak apabila terjadi perubahan baik fisik maupun lingkungan yang dapat membahayakan atau merugikan kehidupan dan kegiatan perekonomian (Yuwono, 2004 dalam Hartati, dkk. 2016). Beberapa kerusakan pantai antara lain:
- erosi pantai,
- sedimentasi pada muara sungai,
- hilangnya pelindung alami pantai (seperti sand dunes, hutan bakau dan terumbu karang),
- matinya taman laut.
Tingkat kerusakan pantai dipengaruhi oleh beberapa parameter, di antaranya gaya luar dari ombak dan angin, kondisi sedimen, kondisi profil pantai dan keberadaan struktur di pantai.
* Upaya Perlindungan Pantai
Upaya perlindungan terhadap daerah pantai umumnya dilakukan untuk melindungi berbagai bentuk penggunaan lahan seperti permukiman, daerah industri, daerah budidaya pertanian maupun perikanan, daerah perdagangan dan sebagainya yang berada di daerah pantai dari ancaman erosi (Hidayat, 2006).
1. Perlindungan Alami
Pada dasarnya, alam telah menyediakan mekanisme perlindungan pantai secara alami yang efektif. Adapun bentuk perlindungan alami tergantung dengan jenis pantai yang ada baik itu pantai berpasir, pantai berlumpur atau pantai karang.
Pada dasarnya, alam telah menyediakan mekanisme perlindungan pantai secara alami yang efektif. Adapun bentuk perlindungan alami tergantung dengan jenis pantai yang ada baik itu pantai berpasir, pantai berlumpur atau pantai karang.
a. Sand Dunes Beach
Untuk perlindungan alami pada pantai pasir adalah berupa hamparan pasir yang dapat berfungsi sebagai penghancur gelombang atau lebih dikenal dengan sand dunes beach (bukit pasir pantai).
b. Tumbuhan Pantai
Tumbuhan mangrove dapat mengembalikan wilayah yang hilang karena erosi dan abrasi gelombang air laut. Mangrove sebagai pelindung alami pantai dapat ditemukan pada pantai berlumpur maupun berpasir. Selain itu, ditemukan juga pohon api-api ataupun pohon nipah sebagai pelindung pantai. Tumbuhan ini mudah tumbuh di pantai lumpur atau tanah lunak, dengan gelombang yang tidak begitu besar (Zikra, 2009).
Ekosistem mangrove (bakau) adalah ekosistem yang berada di daerah tepi pantai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut sehingga lantainya selalu tergenang air. Hutan mangrove sangat berfungsi untuk melindungi bibir pantai dari cuaca buruk.Dengan adanya hutan mangrove bisa menjadikan sebagai pelindung pada pesisir pantai, kuatnya angin laut yang bertiup ke darat akan dapat ditahan dan diserap. Hutan mangrove dapat melindungi kawasan pesisir dari terjangan badai dan angin topan (Utomo, dkk. 2017).
c. Terumbu Karang
Terumbu karang merupakan ekosistem perairan yang khas terdapat di daerah tropis yang memiliki produktivitas dan keanekaragaman biota yang tinggi (Notji, 1987 dalam Yunus, dkk. 2013). Terumbu karang juga mempunyai fungsi yang tidak kalah pentingnya yaitu sebagai pelindung pantai dari degradasi dan abrasi (Santoso dan Kardono 2008). Menurut Zikra (2009), bantai yang banyak didominasi oleh karang atau terumbu karang mampu memecah gelombang sehinga pada saat gelombang tersebut mencapai pantai, sehingga gelombang sudah tidak punya daya untuk menghancurkan pantai
2. Perlindungan Buatan
Perencanaan suatu bangunan pelindung pantai memerlukan informasi mengenai kondisi gelombang pada saat breaking, antara lain tinggi gelombang pada saat breaking, kedalaman perairan dimana terjadi breaking dan arah gelombang pada saat breaking, dimana semua besaran tersebut dapat diperoleh dengan melakukan analisis transformasi gelombang dari perairan dalam menuju perairan pantai yang dangkal (Hutahaean, 2015).
Menurut Zikra (2009), terdapat beberapa pendekatan dalam perencanaan pembangunan perlindungan pantai buatan, yaitu mengubah laju angkutan sedimen sejajar pantai dengan membangun bangunan groin, mengurangi energi gelombang yang mengenai pantai dengan membangun pemecah gelombang lepas pantai (break water/APO), memperkuat tepi pantai sehingga tahan terhadap gempuran gelombang dengan membangun revetment atau sea wall, menambah supply sedimen ke pantai dengan cara sand by passing atau beach nourishment, sertamelakukan penghijauan daerah pantai dengan pohon bakau, api-api, atau nipah. Berikut penjelasannya:
a. Mengubah Laju Angkutan Sedimen
Cara ini lebih direkomendasikan untuk digunakan pada pantai berpasir. Untuk merubah laju angkutan sedimen sejajar pantai dapat dilakukan dengan mengatur atau mengurangi longshore transport. Bangunan yang dipergunakan untuk mengatur longshore transport tersebut biasanya berupa kumpulan groin yang dibangun tegak lurus pantai yang berfungsi untuk menangkap dan membatasi gerakan sedimen sepanjang pantai (Zikra 2009). Kelemahan dari sistem groin ini adalah terjadinya proses erosi dibagian down drift groin, sehingga untuk melindungi suatu pantai secara menyeluruh harus dipertimbangkan sejauh mana garis pantai harus dipasangi groin agar tidak menimbulkan permasalahan baru di daerah hilir.
Groin adalah suatu konstruksi yang diletakkan di sepanjang garis pantai, dengan posisi tegak lurus garis pantai. Groin dirancang untuk melindungi daerah sepanjang pantai dari proses erosi yang diakibatkan oleh perpindahan sedimen sejajar pantai (litoral sedimen transport) (Kakisina, 2009).
Untuk perlindungan alami pada pantai pasir adalah berupa hamparan pasir yang dapat berfungsi sebagai penghancur gelombang atau lebih dikenal dengan sand dunes beach (bukit pasir pantai).
b. Tumbuhan Pantai
Tumbuhan mangrove dapat mengembalikan wilayah yang hilang karena erosi dan abrasi gelombang air laut. Mangrove sebagai pelindung alami pantai dapat ditemukan pada pantai berlumpur maupun berpasir. Selain itu, ditemukan juga pohon api-api ataupun pohon nipah sebagai pelindung pantai. Tumbuhan ini mudah tumbuh di pantai lumpur atau tanah lunak, dengan gelombang yang tidak begitu besar (Zikra, 2009).
Ekosistem mangrove (bakau) adalah ekosistem yang berada di daerah tepi pantai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut sehingga lantainya selalu tergenang air. Hutan mangrove sangat berfungsi untuk melindungi bibir pantai dari cuaca buruk.Dengan adanya hutan mangrove bisa menjadikan sebagai pelindung pada pesisir pantai, kuatnya angin laut yang bertiup ke darat akan dapat ditahan dan diserap. Hutan mangrove dapat melindungi kawasan pesisir dari terjangan badai dan angin topan (Utomo, dkk. 2017).
c. Terumbu Karang
Terumbu karang merupakan ekosistem perairan yang khas terdapat di daerah tropis yang memiliki produktivitas dan keanekaragaman biota yang tinggi (Notji, 1987 dalam Yunus, dkk. 2013). Terumbu karang juga mempunyai fungsi yang tidak kalah pentingnya yaitu sebagai pelindung pantai dari degradasi dan abrasi (Santoso dan Kardono 2008). Menurut Zikra (2009), bantai yang banyak didominasi oleh karang atau terumbu karang mampu memecah gelombang sehinga pada saat gelombang tersebut mencapai pantai, sehingga gelombang sudah tidak punya daya untuk menghancurkan pantai
2. Perlindungan Buatan
Perencanaan suatu bangunan pelindung pantai memerlukan informasi mengenai kondisi gelombang pada saat breaking, antara lain tinggi gelombang pada saat breaking, kedalaman perairan dimana terjadi breaking dan arah gelombang pada saat breaking, dimana semua besaran tersebut dapat diperoleh dengan melakukan analisis transformasi gelombang dari perairan dalam menuju perairan pantai yang dangkal (Hutahaean, 2015).
Menurut Zikra (2009), terdapat beberapa pendekatan dalam perencanaan pembangunan perlindungan pantai buatan, yaitu mengubah laju angkutan sedimen sejajar pantai dengan membangun bangunan groin, mengurangi energi gelombang yang mengenai pantai dengan membangun pemecah gelombang lepas pantai (break water/APO), memperkuat tepi pantai sehingga tahan terhadap gempuran gelombang dengan membangun revetment atau sea wall, menambah supply sedimen ke pantai dengan cara sand by passing atau beach nourishment, sertamelakukan penghijauan daerah pantai dengan pohon bakau, api-api, atau nipah. Berikut penjelasannya:
a. Mengubah Laju Angkutan Sedimen
Cara ini lebih direkomendasikan untuk digunakan pada pantai berpasir. Untuk merubah laju angkutan sedimen sejajar pantai dapat dilakukan dengan mengatur atau mengurangi longshore transport. Bangunan yang dipergunakan untuk mengatur longshore transport tersebut biasanya berupa kumpulan groin yang dibangun tegak lurus pantai yang berfungsi untuk menangkap dan membatasi gerakan sedimen sepanjang pantai (Zikra 2009). Kelemahan dari sistem groin ini adalah terjadinya proses erosi dibagian down drift groin, sehingga untuk melindungi suatu pantai secara menyeluruh harus dipertimbangkan sejauh mana garis pantai harus dipasangi groin agar tidak menimbulkan permasalahan baru di daerah hilir.
Groin adalah suatu konstruksi yang diletakkan di sepanjang garis pantai, dengan posisi tegak lurus garis pantai. Groin dirancang untuk melindungi daerah sepanjang pantai dari proses erosi yang diakibatkan oleh perpindahan sedimen sejajar pantai (litoral sedimen transport) (Kakisina, 2009).
3. Mengurangi energi gelombang yang mengenai pantai
Metode ini dapat dilakukan dengan membuat bangunan pemecah gelombang sejajar pantai (offshore breakwater, terumbu karang buatan) untuk meredam energy gelombang. Dengan adanya offshore breakwater ini gelombang yang datang akan pecah pada daerah jauh dari pantai, sehingga energi gelombang yang sampai di pantai kecil untuk dapat menyebabkan kerusakan di pantai.
Metode ini dapat dilakukan dengan membuat bangunan pemecah gelombang sejajar pantai (offshore breakwater, terumbu karang buatan) untuk meredam energy gelombang. Dengan adanya offshore breakwater ini gelombang yang datang akan pecah pada daerah jauh dari pantai, sehingga energi gelombang yang sampai di pantai kecil untuk dapat menyebabkan kerusakan di pantai.
4. Memperkuat tebing pantai terhadap serangan gelombang
Perkuatan tebing pantai dapat dilakukan dengan beberapa cara diantaranya adalah dengan kontruksi revetment/rip-rap atau tembok laut/sea wall. Konstruksi ini berfungsi untuk melindungi tanah dibelakang dinding dari gemburan gelombang, sehingga tanah tersebut tidak tererosi. Ditambah lagi bangunan dinding laut ini dapat dipergunakan untuk melindungi fasilitas (industri, perumahan dsb) yang ada di pantai agar aman dari serangan gelombang saat badai datang. Kelemahan bangunan ini adalah kemungkinan terjadinya penggerusan yang cukup dalam di kaki bangunan, sehingga dapat menggangu stabilitas bangunan pelindung. Oleh karenanya perlu desain yang matang untuk bagian kakinya (toe protection).
5. Menambah supplai sedimen ke pantai
Penambahan suplai sedimen dapat dilakukan dengan beach nourishment yaitu dengan menambahkan suplai sedimen dari darat pada tempat yang potensial akan tererosi. Cara ini merupakan cara yang cukup baik dan tidak memberikan dampak negatif pada daerah lain, tetapi proses ini perlu dilakukan secara kontinyu, berkala dan terencana.
Perkuatan tebing pantai dapat dilakukan dengan beberapa cara diantaranya adalah dengan kontruksi revetment/rip-rap atau tembok laut/sea wall. Konstruksi ini berfungsi untuk melindungi tanah dibelakang dinding dari gemburan gelombang, sehingga tanah tersebut tidak tererosi. Ditambah lagi bangunan dinding laut ini dapat dipergunakan untuk melindungi fasilitas (industri, perumahan dsb) yang ada di pantai agar aman dari serangan gelombang saat badai datang. Kelemahan bangunan ini adalah kemungkinan terjadinya penggerusan yang cukup dalam di kaki bangunan, sehingga dapat menggangu stabilitas bangunan pelindung. Oleh karenanya perlu desain yang matang untuk bagian kakinya (toe protection).
5. Menambah supplai sedimen ke pantai
Penambahan suplai sedimen dapat dilakukan dengan beach nourishment yaitu dengan menambahkan suplai sedimen dari darat pada tempat yang potensial akan tererosi. Cara ini merupakan cara yang cukup baik dan tidak memberikan dampak negatif pada daerah lain, tetapi proses ini perlu dilakukan secara kontinyu, berkala dan terencana.
6. Stabilisasi Channel Atau Muara Sungai
Penutupan muara oleh sand spit biasanya disebabkan karena beberapa faktor diantaranya yaitu debit sungai yang bervariasi bahkan sangat kecil, angkutan sedimen (longshore sediment) yang cukup besar, sehingga mampu menutup muara sungai pada saat debit sungai kecil dan tebing atau tanggul sungai yang rendah didaerah kanan kiri muara yang dapat menimbulkan banjir sehingga mulut muara berpindah-pindah. Untuk mengatasi masalah ini biasanya dilakukan stabilisasi muara sungai dengan jetty yang dikombinasikan dengan tanggul sungai. Dimana fungsi dari tanggul sungai ini untuk melakukan penggelontoran sedimen pada saat musim hujan dan diharapkan juga untuk mencegah banjir pada kanan kiri sungai.
DAFTAR PUSTAKA
Hartati, R. Rudhi, P. Retno, W.A. Reny, Y. Itsna, Y.H. 2016. Kajian Pengamanan dan Perlindungan Pantai di Wilayah Pesisir Kecamatan Tugu dan Genuk, Kota Semarang. Jurnal Kelautan Tropis. Vol.19(2):95-100.Hidayat, N. 2006. Konstruksi Bangunan Laut dan Pantai Sebagai Alternatif Pertindungan Daerah Pantai. Jurnal SMARTek. Vol 4(1):10 – 16.
Hutahaean, S. 2015. Aplikasi Model Shoaling dan Breaking pada Perencanaan Perlindungan Pantai dengan Metoda Headland Control. Jurnal Teknik Sipil. Vol 22(3): 243-250.
Kakisina, T.J. 2009. Estimasi Efektifitas Penggunaan Groin Untuk Mengatasi Erosi Pada Kawasan Pesisir Pantai Utara Teluk Baguala Ambon. Jurnal Teknologi. Vol 6(2):703-707.
Santoso, A.D dan Kardono. 2008. Teknologi Konservasi dan Rehabilitasi Terumbu Karang. Jurnal Teknologi Lingkungan. Vol 9(3):121-226.
Utomo, B. Sri Budiastuti, Chatarina, M. 2017. Strategi Pengelolaan Hutan Mangrove di Desa Tanggul Tlare Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara. Jurnal Ilmu Lingkungan. Vol.15(2):117-123.
Yunus, B.H. Wijayanti, D.P. Agus, S. 2013. Transplantasi Karang Acropora Aspera dengan Metode Tali di Perairan Teluk Awur, Jepara Buletin Oseanografi Marina. Vol 2:22-28.
Zikra, M. 2009. Kegiatan Survey Lapangan Untuk Inventarisasi Permasalahan Kerusakan Pesisir Pantai Di Kabupaten Tegal, Jawa Tengah. Jurnal Kelautan. Vol. 2(1):20-26.
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
No comments :
Post a Comment